Waspada! Keseringan online berpotensi merusak kekebalan tubuh

Waspada! Keseringan online berpotensi merusak kekebalan tubuh

Techno.id - Apakah Anda sering menghabiskan sebagian besar waktu untuk beraktivitas online? Jika iya, mungkin Anda harus mewaspadai kebiasaan tersebut dari sekarang. Pasalnya, sebuah studi terbaru telah memperingatkan jika aktivitas online ternyata berpotensi mengurangi kekebalan tubuh.

Sebagaimana dikutip dari NDTV (10/08/2015), studi itu mengungkapkan bahwa sebesar 30 persen dari para pecandu internet lebih mudah terserang penyakit pilek dan flu dibandingkan dengan bukan pecandu internet.

"Mereka yang menghabiskan waktu lama untuk berinternet akan mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh yang disebabkan oleh kurangnya kontak dengan orang lain," ujar salah seorang peneliti studi, Phil Redd.

"Kami juga menemukan bahwa dampak kecanduan internet bersifat independen dan disebabkan oleh berbagai faktor seperti depresi, kurang tidur, atau kesepian. Hal itu akan membuat mereka kecanduan internet dalam kondisi yang tidak sehat," lanjut Reed yang juga berprofesi sebagai seorang profesor di Swansea University, Inggris.

Dalam penelitian ini dijelaskan, para pecandu internet akan menderita stres ketika terputus dengan koneksi. Kemudian hal tersebut dapat menyebabkan perubahan pada tingkat kortisol, yakni sebuah hormon yang mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.

Penelitian yang melibatkan 500 peserta berusia 18 hingga 101 tahun ini selanjutnya melaporkan, pilek dan flu adalah gejala yang paling sering dilaporkan para peserta pecandu internet. Ironisnya, jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan peserta dengan karakter sebaliknya.

Selain itu, beberapa penelitian serupa sebelumnya juga pernah mengungkap bahwa kecanduan internet dapat menyebabkan kebiasaan makan dan tidur menjadi buruk. Beberapa di antaranya bahkan dapat membuat kebiasaan merokok dan minum alkohol cenderung meningkat.

"Tak peduli dengan apa yang Anda lakukan (saat online), namun jika Anda menggunakannya terlalu banyak, Anda lebih rentan terhadap penyakit dengan mekanisme yang berbeda," tegas seorang tim peneliti lainnya, profesor Roberto Truzoli dari Milan University, Italia.

(brl/red)