5 Alasan mengapa lebih baik menggunakan Google Bard ketimbang ChatGPT
Techno.id - Ketika chatbot kecerdasan buatan OpenAI, ChatGPT diluncurkan pada akhir tahun 2022, chatbot ini dengan cepat mendapatkan banyak pengguna. Faktanya, chatbot ini mencapai satu juta pengguna dalam waktu kurang dari satu minggu setelah peluncurannya.
Hal ini tidak mengherankan, mengingat betapa bermanfaatnya chatbot ini dalam berbagai macam tugas, termasuk pembuatan rumus Excel dan penulisan ulang esai. Sayangnya, terlepas dari banyak trik yang dimilikinya, ChatGPT juga memiliki beberapa keterbatasan dibanding chatbot bertenaga AI lainnya yang baru-baru ini muncul, salah satu pesaingnya adalah Bard, AI percakapan versi Google.
Diluncurkan pada Februari 2023, Bard adalah platform gratis seperti ChatGPT. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, Bard sudah dilengkapi beberapa fitur bagus yang belum dimiliki ChatGPT.
Jika kamu bingung memilih alat AI apa yang akan digunakan, techno.id telah merangkum lima alasan mengapa Google Bard lebih baik ketimbang ChatGPT.
1. Akses informasi real-time dan online
foto: marinel sigue/slashgear
Tanggapan chatbot AI terhadap pertanyaan pengguna sangat bergantung pada data yang dilatih dan saat ini dapat diaksesnya. Sayangnya, versi gratis ChatGPT terbatas pada data pelatihan hingga September 2021. Artinya, jika kamu mengajukan pertanyaan kepada chatbot tentang peristiwa setelah tanggal tersebut, kemungkinan besar chatbot akan memberikan hasil yang tidak akurat atau memberi tahu kamu bahwa chatbot tidak dapat menjawab karena keterbatasan data pelatihannya.
Itulah salah satu perbedaan utama antara Google Bard dan ChatGPT. Pertama mampu merespons dengan informasi terbaru dan segar karena dapat terhubung ke internet. Tanyakan apa pun yang kamu inginkan, dan Bard akan menjawab dengan data real time, terkadang bahkan mengutip sumber daya online yang digunakannya.
Dengan konektivitas web Google Bard, kamu juga dapat mengakses dokumen online selama dokumen tersebut dapat dilihat publik. Ini bisa berguna ketika kamu ingin meringkas makalah penelitian atau mendapatkan wawasan utama dari PDF online tanpa harus menempelkan seluruh dokumen ke dalam kotak obrolan.
ChatGPT memang dilengkapi dengan kemampuan penjelajahan web, tetapi hanya tersedia pada akun Plus berbayar. Di mana pengguna harus berlangganan dengan biaya USD20 atau sekitar Rp 299 ribu per bulan. Jadi jika kamu mencari opsi yang lebih ramah anggaran, Google Bard adalah pilihan yang tepat.
2. Terintegrasi dengan Google penelusuran dan alat produktivitas
foto: marinel sigue/slashgear
Ketika perlu memverifikasi respons ChatGPT, kamu harus membuka tab peramban baru dan menyalin serta menempelkan teks ke mesin pencari pilihan kamu. Sebaliknya ketika kamu menggunakan Google Bard, yang diperlukan hanyalah dua klik sederhana.
Sebab chatbot Google terintegrasi dengan Google Search, yang membuatnya jauh lebih cepat untuk memverifikasi respons AI atau mendapatkan lebih banyak informasi. Kamu hanya perlu mengklik tombol Google It di bagian bawah respons, dan kamu akan mendapatkan beberapa topik terkait pencarian untuk dipilih. Mengklik salah satu dari topik tersebut akan secara otomatis membawa kamu ke halaman Google Penelusuran tentang topik tersebut.
Kamu juga dapat mengekspor tanggapan Google Bard secara langsung ke alat dan layanan produktivitas Google lainnya seperti Google Docs, Spreadsheet, Gmail, dan Google Colab. Saat membuat surat, tabel, email, atau kode dengan Bard, cukup klik Ekspor ke Dokumen/Sheet, Draf di Gmail atau Ekspor ke Colab, dan respons yang dihasilkan AI akan secara otomatis ditransfer ke layanan spesifik tersebut. Tidak perlu lagi membuka tab baru dan menempelkan konten secara manual.
RECOMMENDED ARTICLE
- Chat GPT menjadi keterampilan paling diburu para profesional di Indonesia
- Menanti gebrakan Apple di ajang WWDC 2023, inovasi apa yang bakal muncul?
- TikTok siapkan chatbot AI Tako, mempermudah pengguna menemukan konten yang menghibur
- Tulisan yang dibuat AI masih sulit dideteksi oleh berbagai software canggih, ternyata ini penyebabnya
- Membongkar mitos AI, fakta dan realitas kecerdasan buatan