Legislator setuju pemerintah bentuk Badan Cyber Nasional

Legislator setuju pemerintah bentuk Badan Cyber Nasional

Techno.id - Badan Cyber Nasional (BCN) belakangan ini tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, tak terkecuali bagi para legislator. Hal ini dapat dilihat dari Sukamta, anggota Komisi I DPR RI yang menyatakan dukungannya agar lembaga BCN segera dibentuk karena Indonesia sering terkena cyber attack.

"Badan ini (BCN) memang perlu karena seperti di negara-negara maju, mereka sudah menyiapkan secara khusus tentara-tentara cyber yang khusus meng-counter dan melakukan serangan-serangan cyber antar negara," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (24/08).

Ia pun meyakini jika Indonesia juga memiliki 'grand design' yang baik guna membangun sebuah sistem ketahanan cyber yang kuat di masa depan. Menurutnya, 'grand design' tersebut terbagi atas empat hal yang di antaranya yakni regulasi, teknologi, SDM berkualitas, serta institusi.

"Regulasinya harus dibuat dan tidak harus berbentuk undang-undang. Teknologi cyber juga harus terus dikembangkan agar Indonesia dapat mandiri dalam hal ini," terangnya.

Sementara soal sumber daya manusia, politisi PKS tersebut menjelaskan bahwa SDM harus diciptakan dan dikoordinasikan. Oleh karena itu, Badan Cyber Nasional juga diperlukan untuk menghadapi tantangan cyber attack.

Terkait isu kerja sama antara Indonesia dan AS, ia mengaku akan memastikan terlebih dahulu kepada pihak terkait. Ia pun berniat mendorong Komisi I DPR RI untuk memanggil Kementerian Pertahanan atau Panglima TNI untuk dimintai klarifikasi.

"Iya, saya juga mendapat informasi itu. Saya mendorong Komisi I DPR RI memanggil Kemhan atau Panglima TNI, jangan hanya berdasar info-info yang beredar," tandasnya.

Jika isu tersebut ternyata memang benar adanya, Sukamta mengaku khawatir data pemerintahan dan warga Indonesia justru dicuri oleh AS. Pasalnya, teknologi cyber Indonesia dan AS sangat jelas tidak seimbang, sehingga yang terjadi justru malah merugikan Indonesia.

"Nanti yang terjadi malah penjajahan cyber atau 'cyber imperialism'. Kan malah repot kalau seperti itu nantinya," ujarnya.

(brl/red)