Enam operator ini diminta KPPU bayar denda Rp 77 M

Enam operator ini diminta KPPU bayar denda Rp 77 M

Techno.id - Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) mengetok palu untuk memutuskan enam operator selular yang dinyatakan melakukan kartel tarif SMS. Enam operator yang dijatuhi hukuman adalah PT Excelkomindo Pratama, Tbk (Sekarang PT XL Axiata), PT Telekomunikasi Selular, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom, Tbk, dan PT Smart Telecom. Berdasarkan perhitungan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) nilainya mencapai Rp 77 miliar seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (11/03/16).

Enam operator tersebut dianggap, telah melanggar aturan pada pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Aturan itu berbunyi, Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Adapun bentuk pelanggaran dimaksud terkait Perjanjian Kerja Sama (PKS) Interkoneksi antar operator, di mana salah satu klausul perjanjiannya memuat penetapan tarif SMS yang mengakibatkan terjadinya kartel harga SMS off-net pada periode 2004 sampai April 2008, tulis keterangan tersebut.

Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi KPPU atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 03/KPPU/2008/PN.Jkt.Pst terkait keberatan terhadap Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007 tanggal 18 Juni 2008 mengenai Kartel SMS.

Setelah melalui proses keberatan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan Putusan KPPU dimaksud. Selanjutnya, dalam proses Kasasi, Mahkamah Agung pada akhirnya memutuskan untuk Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 03/KPPU/2008/PN.Jkt.Pst. tanggal 27 Mei 2015 dan Menguatkan Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007 tanggal 18 Juni 2008 tersebut.

KPPU menyampaikan apresiasi atas Putusan Mahkamah Agung dimaksud dan mengharapkan agar para pelalu usaha bersangkutan segera membayar denda ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.

(brl/red)