Ride Sharing tak ganggu bisnis taksi Blue Bird

Ride Sharing tak ganggu bisnis taksi Blue Bird

Techno.id - Penggunaan aplikasi ride sharing di smartphone seperti GrabCar dari GrabTaxi dan Uber makin marak di kota-kota besar Indonesia setahun belakangan. Aplikasi tersebut memudahkan orang untuk pergi ke satu tempat dengan mobil, yang selama ini hanya dilayani oleh armada taksi. Meski masih menjadi kontroversi, faktanya layanan GrabCar dan Uber masih banyak digunakan oleh pengguna hingga saat ini.

Makin populernya layanan ini tentu berdampak terhadap perusahaan jasa taksi, seperti PT Blue Bird Tbk (BIRD). Apalagi Blue Bird adalah perusahaan taksi terbesar di Indonesia dengan jumlah taksi 26.300 di seluruh Indonesia. Seperti apa dampak aplikasi ride sharing terhadap bisnis taksi Blue Bird, M Syakur Usman dari Kapanlagi Network Group (KLN) mewawancarai Sigit P Djokosoetono, Direktur Blue Bird, di kantornya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, baru-baru ini. Berikut petikannya.

Bagaimana pandangan Anda terhadap layanan ride sharing yang marak lewat GrabCar dan Uber?

Dari sisi pengembangan aplikasi, perlu diapresiasi karena terobosan teknologi. Mencoba membuat bisnis model baru. Namanya juga pengusaha selalu mencari terobosan. Namun yang harus disiasati, aplikasi itu harus berjalan atas norma hukum. Kita melakukan kegiatan harus ada patokannya, apalagi kegiatan bisnis. Kalau tidak ada dasar hukum, harus dikaji ulang, karena kalau didiamkan bisa menjadi menjadi contoh yang tidak baik. Nanti bisa ada pandangan, kalau melanggar hukum, jalankan dulu bisnisnya, nanti bisa diubah hukumnya. Itu sebenarnya polemik di aplikasi ride sharing ini.

Jadi dari sisi aplikasi, itu satu tantangan dari pengembangan aplikasi milik kami sendiri, yakni My Blue Bird. Ini sesuai dengan kebutuhan konsumen yang berubah. Kalau dulu konsumen melihat dari sisi produk dan layanan saja. Kini dari sisi lain, karena ada persaingan yang online. Jadi kami melihat itu sebagai tantangan untuk terus melakukan perbaikan.

Apakah ada tekanan dan dampaknya seperti apa bagi Blue Bird?

Kami melihat dari penambahan jumlah order dan armada taksi, semuanya berkembang di semester I tahun ini. Di semester II juga. Sebenarnya kondisi ekonomi sekarang lagi cukup sulit. Tahun ini perkembangan kami sedikit terhambat. Dengan ada aplikasi baru, tentu beberapa konsumen kami pasti mencoba aplikasi baru GrabCar dan Uber. Tapi kami tidak tahu jumlahnya. Kami tahu juga beberapa pengemudi kami mencoba dan pindah.

Tapi saya melihat konsumen kami balik lagi, karena jumlah order naik. Saya melihat justru tren kenaikan, bukan tren penurunan. Memang agak terhambat, tapi karena faktor ekonomi. Terhambat itu lebih karena pengguna taksi mengurangi penggunaannya lebih tinggi dibanding mencari alternatif lain.

Pengguna taksi itu yang dicari banyak faktor, misalnya harga, kenyamanan, keselamatan, dan keamanan. Tapi yang paling banyak dicari adalah kenyamanan dan keamanan. Kalau murah, tapi tidak nyaman dan aman, tidak dipakai juga.

Jadi faktor utama adalah keamanan dan kenyamanan. Untuk itu kami sebagai perusahaan taksi fokus ke faktor keamanan dan kenyamanan. Blue Bird terkenal karena faktor aman dan nyaman itu. Dulu metodenya pangkalan Blue Bird di mana-mana. Namun konsumen minta macam-macam, seperti bisa memesan dari aplikasi. Ya sudah kami sediakan. Itu tuntutan konsumen.

Kenaikan jumlah order seperti apa gambaran detailnya?

Tren pemesanan order tumbuh double digit. Angka itu cukup memberikan keyakinan buat manajemen. Konsumen setia kami tetap mencari fokus utama, yakni keamanan dan kenyamanan itu. Di sisi lain, kami tetap memperhatikan perbaikan yang harus dilakukan.

(brl/red)