Erajaya ingin menjadi pemain regional ASEAN

Erajaya ingin menjadi pemain regional ASEAN

Techno.id - Bisnis telepon seluler di Indonesia, khususnya telepon pintar (smartphone) tahun ini cukup menantang dibandingkan tahun lalu. Pelemahan ekonomi nasional yang menekan konsumsi domestik, ditambah pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS, diyakini menjadi faktor utama penurunan bisnis smartphone tahun ini. Meski lembaga riset global, International Data Corporation (IDC) memprediksi pengapalan smartphone ke Indonesia tahun ini mencapai 29,77 juta unit atau tumbuh 20% dari tahun lalu.

Salah satu pemain terbesar di bisnis ritel dan distribusi smartphone adalah PT Erajaya Swasembada Tbk, yang memasarkan 14 brand handset di Indonesia. Per semester I tahun ini, penjualan perseroan tumbuh 29% menjadi Rp 8,6 triliun, meski laba bersihnya turun 9% menjadi Rp 113,4 miliar. Penjualan telepon seluler dan tablet berkontribusi Rp 7,3 triliun. Untuk mengetahui bisnis smartphone di Indonesia pada dua kuartal terakhir tahun ini dan strategi perseroan meningkatkan bisnisnya di Indonesia, M. Syakur Usman dari Kapanlagi Network Group (KLN) mewawancarai Hasan Aula, Chief Executive Officer (CEO) Erajaya Swasembada Tbk di salah satu gerai aksesoris handset di Jakarta Pusat, baru-baru ini. Berikut kutipannya:

Bagaimana kondisi pasar smartphone Indonesia di kuartal III dan IV tahun ini di tengah laju penurunan konsumsi domestik nasional?

Kami belum bisa rilis angka kuartal III. Tapi sebagai gambaran, di semester I pertumbuhan pendapatan usaha kami mencapai 29% secara tahunan. Kami cukup optimistis di kuartal III, karena strategi perseroan tepat. Salah satu strategi itu adalah memperkuat portofolio brand, terutama smartphone di level Rp 1 juta-3 juta per unit, terutama dari brand Taiwan dan China, yang biasa disingkat taichi. Di semester I, kami mendapat brand smartphone taichi, yakni Lenovo dan Xiaomi.

Kemudian semua brand yang kami pegang juga tumbuh, seperti Samsung dan Apple. Buat kami, hasil ini luar biasa, karena secara industri terjadi flat dan go down. Karena itu, kami mengambil pangsa pasar dari kompetitor. Lain halnya untuk pasar handset brand lokal, yang penjualannya drop, karena pangsa pasarnya diambil brand taichi itu.

Di kuartal III, kami tetap optimistis, pertumbuhan penjualan masih bagus. Karena kami melihat di kuartal III, banyak prinsipal smartphone banyak melakukan hedging, sehingga harga jual smartphone stabil. Kami melihat hedging ada batasnya, kami tidak tahu prinsipal mana yang melakukan hedging, level berapa.

Lalu di kuartal IV optimistis juga?

Di kuartal IV, kami melihat ada beberapa tantangan, terutama kurs dolar AS terhadap rupiah. Pertama, ada indikasi semua brand handset menaikkan harga jual, karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang semester I lalu.
Tantangan lain di kuartal IV, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jadi kami belum bisa mengatakan apakah penjualan di kuartal IV bisa tumbuh atau tidak. Tergantung faktor kurs dolar. Jika menguat lagi, maka daya beli konsumen terganggu.
Bisnis handset ini juga unik, memang kurs dolar menguat atau naik terhadap rupiah, tapi di sisi lain terjadi penurunan harga jual produk akibat handset memiliki life cycle yang cepat, sehingga sama saja harga jual produk secara value.

Bagaimana Anda mengatasi tantangan beban usaha yang semakin tinggi?

Kami selalu melakukan beberapa hal. Dari sisi bisnis, kami melakukan investasi, tapi tahun ini dikendalikan. Kedua, operational expenditure (opex) dikontrol supaya bisa menjaga opex yang sehat. Ini momen tepat untuk menjaga bisnis kami tetap sehat.

(brl/red)