Telekomunikasi Indonesia dianggap belum punya arah

Telekomunikasi Indonesia dianggap belum punya arah

Techno.id - Era konvergensi teknologi saat ini mendorong sektor telekomunikasi dan penyiaran memiliki peran strategis di sisi sosial ekonomi dan politik sebuah bangsa. Akan tetapi, belum adanya penegakkan peraturan yang memadai membuat dua sektor penting itu belum memberikan nilai yang cukup bagi kedaulatan bangsa Indonesia.

Bahkan, undang-undang yang mengatur industri telekomunikasi dan penyiaran yang ada di Indonesia dianggap telah usang dan perlu penyesuaian agar sesuai dengan kondisi terkini yang berlangsung di tengah masyarakat Indonesia. UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999 dibuat saat zaman deregulasi dan UU penyiaran no 32 tahun 2002 lahir di zaman reformasi.

"Sejumlah pasal menunjukkan bahwa kedua undang-undang itu mempunyai perbedaan paradigmatic dalam mengatur industrinya," kata Amir Effendi Siregar selaku Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) di tengah diskusi publik di Jakarta.

Data riset yang diungkap PR2Media di lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, dan Makassar menyebutkan, sejak awal perkembangan telekomunikasi pemerintah Indonesia kurang memperhatikan keberlangsungan kebijakan yang dibuatnya.

Lebih lanjut, Amir menyebutkan akar permasalahan dari kondisi kurang sehat di industri penyiaran dan telekomunikasi di Indonesia ialah belum ada arah tujuan yang jelas. "Ketiadaan blue print dan road map yang memadai untuk pembangunan berbagai sektor di telekomunikasi menjadi salah satu penyebabnya," ujarnya.

Tak hanya itu, Amir menilai belum adanya regulator yang independen turut andil menyebabkan kerugian bagi negara dan warga. Misalnya saja, pengaturan bisnis yang tak sehat dan tidak transparan tarif. Lemahnya penegakan aturan penyiaran juga menyebabkan siaran nasional yang Jakarta - sentris dan lemahnya penyiaran lokal daerah.

Hal tersebut membuat PR2Media melontarkan usulan supaya pemerintah segera mengubah UU Telekomunikasi yang lebih adil, demokratis, mengutamakan kemakmuran rakyat Indonesia, serta membatasi kepemilikan investasi modal asing.

(brl/red)