Asosiasi e-commerce kecewa dengan sikap Kementerian Perdagangan

Asosiasi e-commerce kecewa dengan sikap Kementerian Perdagangan

Techno.id - Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) menganggap Kementerian Perdagangan tak kooperatif saat bertemu dengan pelaku e-commerce untuk membahas uji publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai perdagangan elektronik. Menurut iDEA, hampir selama dua tahun wacana RPP bergulir, tak sekali pun Asosiasi diberikan akses terhadap materi draf atau diinformasikan mengenai status dari dokumen tersebut.

Seperti diberitakan oleh Merdeka (18/6/15), permintaan secara formal dan informal pun sebenarnya sudah disampaikan oleh iDEA supaya asosiasi tersebut mendapat kesempatan untuk meninjau RPP tersebut. Namun, apa daya permintaan iDEA tersebut tak mendapat sambutan. Bahkan setelah acara selesai pun draf tersebut tidak bisa didapatkan oleh iDEA.

"Peran regulasi sangatlah besar dalam menentukan masa depan industri suatu negara. Regulasi yang tidak kondusif dapat berisiko menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan industri e-commerce nasional yang saat ini masih dalam tahap perkembangan awal," ungkap Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum iDEA.

Daniel juga menyayangkan sikap dari Kementerian Perdagangan yang tak kooperatif tersebut. Menurutnya, asosiasi akan selalu mendukung rencana pemerintah untuk meregulasi industri ini. Namun, regulasi tersebut harus dibuat dengan melibatkan para pelaku industri agar mengedepankan para pemain lokal dan kepentingan konsumen di Indonesia.

"Suatu regulasi bisa membuat industri meledak atau sebaliknya mati. Kami berharap akan terjadi titik cerah dalam beberapa hari ke depan," kata Daniel.

Kekhawatiran senada juga disampaikan oleh William Tanuwijaya, CEO Tokopedia yang juga Ketua Dewan Pengawas iDEA.

"Dalam membangun perusahaan berbasis internet, sejak hari pertama kami harus menghadapi persaingan global. Untuk itu kami memerlukan dukungan pemerintah dalam menciptakan equal playing field bagi para pemain lokal, bukan regulasi berlebihan yang justru bisa membunuh industri. Pada akhirnya konsumen dapat memilih untuk menggunakan platform lain dari belahan dunia mana pun, yang belum tentu harus tunduk terhadap regulasi di negara ini," jelas William.

(brl/red)