Pemerintah resmi keluarkan peraturan terkait lalu lintas drone
Techno.id - Kini pemilik drone di Indonesia tak bisa lagi seenaknya mengoperasikan pesawat tak berawak tersebut di udara. Pasalnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 90 Tahun 2015 untuk mengatur pengoperasian drone dan meningkatkan keselamatan penerbangan.
Selain mengatur pengoperasian drone, PerMen Nomor 50 Tahun 2015 juga mengatur pengoperasian Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan Remotely Piloted Aircraft System (RPAS). Novie Rianto, Direktur Navigasi Penerbangan Kemenhub menambahkan peraturan tersebut berlaku bagi operator baik dengan tujuan ilmu pengetahuan, survei pemetaan, pertanian, jurnalistik, hobi, dan militer.
Lebih lanjut, Novie mengatakan jika drone juga tidak boleh dioperasikan di kawasan tertentu seperti kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas, dan kawasan keselamatan operasi penerbangan suatu bandar udara. Bahkan, ketinggiannya pun dibatasi hingga 150 meter saja di atas permukaan tanah.
Namun, lanjut Novie, untuk kepentingan pemerintah drone bisa dioperasikan di ketinggian lebih dari 500 kaki dengan izin yang diberikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara, seperti patroli batas wilayah negara, patroli wilayah laut negara, pengamatan cuaca, pengamatan aktivitas hewan dan tumbuhan di taman nasional dan lain-lain. Terkait permohonan izin, lanjut dia, diajukan kepada Ditjen Perhubungan Udara dilakukan selambat-lambatnya 14 hari kerja sebelum pelaksanaan pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak.
Terkait rencana penerapan peraturan ini, beberapa profesi terutama pewarta foto mengajukan keberatan akan peraturan baru mengenai lalu lintas drone ini. Seperti dikutip dari Antara (23/8/15), masalah perizinan penggunaan drone menjadi masalah utama bagi profesi ini. Pasalnya, menurut Lucky Pransiska Ketua Pewarta Foto Indonesia, adanya regulasi perizinan, bahkan sistem perizinan online sekali pun bakal menyulitkan dirinya dan rekan seprofesinya untuk melakukan tugas peliputan yang membutuhkan tindakan spontan.
"Seperti contohnya, tanah longsor, kita izin 'online' enggak akan sempat karena kita berkejaran dengan waktu untuk pengambilan gambar," ungkapnya.
Untuk itu, Lucky meminta agar Permenhub yang masih direvisi hingga September 2015 itu agar diperjelas pembagian profesi, seperti untuk jurnalis, komersil atau pun hobi.
"Seharusnya ada pengecualian untuk kerja-kerja jurnalistik pengambilan gambar karena kita dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, sebetulnya kita sudah diproteksi untuk perangkat hukum, yang susah ini untuk keperluan komersil dan hobi," imbuhnya.