Advan: Naikkan harga produk itu tak populis

Advan: Naikkan harga produk itu tak populis

Techno.id - Pelbagai pemain di industri teknologi sedang memutar otak menghadapi nilai tukar rupiah yang terus melempem terhadap dolar Amerika Serikat. Penyesuaian harga merupakan salah satu kebijakan pahit yang terpaksa dikeluarkan banyak pemain industri supaya tak terlalu bonyok.

Meski telah banyak perusahaan yang telah mengambil kebijakan menaikkan harga produk yang disediakannya, tak begitu dengan Advan. Vendor gadget asal Indonesia tersebut mengaku tidak akan mengambil tindakan menaikkan harga barang buatannya yang telah hadir di pasaran.

Kami tidak akan melakukan penyesuaian harga untuk produk yang sudah ada di pasar karena tingginya harga dolar Amerika Serikat terhadap rupiah. Kebijakan kenaikan harga kami anggap tidak populis dan kurang bagus untuk pasar, kata Tjandra Lianto, Direktur Marketing Advan saat ditemui tim Techno.id.

Advan: Naikkan harga produk itu tak populis

Tjandra Lianto, Direktur Marketing Advan 2015 Denny Mahardy/Techno.id

Pria berkacamata itu menyatakan punya strategi sendiri untuk menekan dampak negatif yang dirasakan perusahaannya akibat tingginya harga dolar AS. Menekan biaya belanja marketing disebutkan Tjandra jadi trik yang dipilih perusahaan agar tak keteteran menjalankan bisnis di tengah kondisi yang tidak menentu seperti saat ini.

Kita kurangi pos-pos pengeluaran lain seperti marketing dan iklan tapi tidak menaikkan harga produk. Perusahaan kita menilai langkah ini lebih baik, karena jumlah biaya marketing cukup besar, sekitar Rp20-25 miliar tiap bulan," tambah Tjandra di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Lebih lanjut, Tjandra memaparkan kondisi nilai tukar rupiah yang gamang terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS sangat tak baik untuk industri. Kalau boleh memilih, kata Tjandra, pemain industri merasa lebih baik bila harga dolar AS stabil walaupun tinggi.

Sebenarnya yang lebih kita perlukan sekarang ini nilai tukar dolar AS yang lebih pasti. Lebih baik kalau mau Rp 14 ribu ya asalkan tetap lebih masuk akal daripada sebentar naik sebentar turun, bingung nanti malah jadinya menentukan harga produk dan biaya produksi, tandas Tjandra.

(brl/red)