Satu dekade: Twitter tak hanya medsos tapi 'laboratorium' penelitian

Satu dekade: Twitter tak hanya medsos tapi 'laboratorium' penelitian

Techno.id - Hari ini (21/3/16), Twitter resmi berusia 10 tahun. Selama satu dekade beroperasi, diperkirakan sudah ada 500 juta orang yang memanfaatkan layanan microblongging tersebut untuk pelbagai kebutuhan.

Salah satunya adalah penelitian. Ya, selama ini ternyata Twitter tak hanya berfungsi sebagai sarana berjejaring sosial saja melainkan juga menjadi salah satu 'laboratorium' penelitian.

Sebagaimana dilansir oleh NDTV (21/3/16), banyak peneliti dunia selama ini menggunakan pola tweet untuk meneliti sejumlah isu, seperti isu mengenai kecenderungan politik dan bahkan penyebaran penyakit. Di tahun 2009 lalu misalnya, salah seorang peneliti asal University of Pennsylvania Amerika pernah melakukan penelitian dan menyimpulkan jika pola tweet dapat mengindikasikan kesehatan jantung seseorang.

Peneliti tersebut mengungkapkan jika riset itu menitikberatkan pada tinjauan melalui kacamata psikologi dan gaya bahasa yang dipakai dalam menyampaikan sebuah tweet. Mereka pun mengungkap bahwa banyaknya tweet dengan nada negatif, seperti amarah dan kesedihan, yang kerap muncul di suatu daerah berbanding lurus dengan tingginya laporan kematian akibat serangan jantung. Hal sebaliknya juga berlaku.

Tak hanya itu saja, sebuah studi beberapa waktu lalu sempat memanfaatkan pola tweet untuk mengidentifikasi penyebaran wabah awal Ebola di Afrika. Pola tweet dilaporkan menjadi salah satu kunci untuk memantau penyebaran penyakit ini secara real-time dan juga menyebarkan informasi yang benar soal bahayanya penyakit Ebola.

Selain dua contoh di atas, sebenarnya masih banyak penelitian yang memanfaatkan Twitter sebagai salah satu objek studi. Semisal aplikasi lokal buatan Arif Nugrahantosalah seorang alumnus program studi Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia yang memanfaatkan Twitter untuk membantu penegak hukum mengungkap kasus kejahatan berdasarkan barang bukti aktivitas pada Twitter.

(brl/red)