Soal aturan pajak Google dkk, paling lama awal April

Soal aturan pajak Google dkk, paling lama awal April

Techno.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, menargetkan jika aturan bagi pemain Over The Top (OTT) global mengenai keharusan membuat Badan Usaha Tetap (BUT) selesai paling lama awal April tahun ini seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (11/03/16). Pemain OTT global ini misalnya seperti Google, WhatsApp, Facebook, dan lain sebagainya.

"Rencananya begini, targetnya akhir bulan Maret ini, tapi paling lama awal April itu akan dikeluarkan kebijakannya," ujarnya Rudiantara dikutip dari Merdeka.com.

Ia juga mengatakan jika kebijakan yang akan dikeluarkannya itu, tidak hanya dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) saja.

"Kebijakan ini dibuat tidak hanya dibuat oleh Kemkominfo saja, tetapi sama-sama duduk bareng bersama dengan Kementerian yang lain dan ini juga telah di sosialisasikan kepada OTT international," katanya.

Secara lebih rinci, kata pria yang akrab disapa Chief RA ini, aturan tersebut ditujukan untuk semua OTT global yang mau beroperasi di Indonesia. Tujuan dari BUT itu adalah memastikan pengguna jasa terlayani dengan baik, perlindungan konsumen, dan pajak.

"Jadi nanti siapa pun harus berbadan Usaha Tetap (BUT). Kemudian nanti ada, misalnya ada dalam konteks pajak. Kan mereka harus bayar pajak. Bayar pajaknya kan ada. Kalau tidak bayar pajak ada denda. Kalau tidak bayar denda, mungkin pajaknya akan menutup perusahaannya," terangnya.

Meski begitu, nantinya jika aturan itu keluar, pihaknya juga tidak akan memberlakukan langsung peraturan tersebut.

"Pastinya ada periode transisi setelah aturan itu diterapkan. Gak kemudian aturan itu diberlakukan sekarang, maka harus diikuti sekarang juga. Soal berapa lama periode transisinya, ini sedang kita bicarakan," jelas dia.

Sebelumnya, pria yang pernah malang melintang di industri telekomunikasi nasional, pernah menyatakan di acara Metro TV yang kemudian ditulis oleh Reuters, bahwa perputaran uang iklan digital dari pemain internet global seperti Google, Facebook, dan Twitter di Indonesia pada tahun lalu, bernilai sebesar USD 800 juta atau setara dengan Rp 10,6 triliun. Mirisnya, 'tambang iklan' itu tidak meninggalkan sisa untuk pajak karena masih 'ompongnya' regulasi di negeri ini mengenai hal itu.

"Mereka memiliki kantor di Indonesia, tetapi dalam konteks transaksi digital ads, transaksinya tidak melalui kantor mereka di Indonesia. Itulah apa yang akan kita luruskan," tutupnya.

(brl/red)