Bisnis video streaming tidak mengancam bisnis bioskop

Bisnis video streaming tidak mengancam bisnis bioskop

Techno.id - Aplikasi video streaming atau layanan video on demand (VoD) di Indonesia semakin marak di awal tahun ini. Layanan over the top (OTT) ini semakin marak, didorong semakin besarnya penetrasi internet di tanah air. Salah satu pelaku OTT ini yang ingin menjajal peruntungannya di pasar Indonesia adalah HOOQ, penyedia layanan VoD di Asia yang dibangun oleh tiga perusahaan, yakni SingTel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros Entertainment. Sebelumnya HOOQ juga hadir di Filipina, Thailand, dan India.

Di Indonesia, HOOQ bersaing dengan layanan sejenis yang lebih dulu eksis macam Netflix, Tribe, dan iFlix yang belakangan hadir. Menawarkan 10.000 judul film dan serial TV dengan total durasi 35.000 jam dan metode pembayaran lewat pulsa telepon seluler, HOOQ memiliki kans untuk berhasil di republik ini.

Apalagi secara global, market size layanan VoD luar biasa besar. Menurut MarketsandMarkets.com, bisnis VoD diprediksi tumbuh menjadi US$ 61,4 miliar pada 2019 dari US$ 25,3 miliar di 2014. Ada pertumbuhan rata-rata per tahuan 19,4%, dengan potensi pasar terbesar ada di Amerika Utara dan Asia Pasifik. Nah, untuk mengetahui visi dan rencana bisnis HOOQ di Indonesia, M Syakur Usman dan Fauzan Jamaludin dari Kapanlagi Network (KLN) menemui Guntur Siboro, orang nomor satu HOOQ Indonesia, baru-baru ini. Berikut petikannya:

Apa fokus HOOQ Indonesia di tahun pertama ini?

Telekomunikasi dan hiburan itu sama, kebutuhan semua orang, baik di segmen atas, tengah, maupun bawah. Laki-laki atau perempuan, semua ras, semua agama, dan lain-lain. Jadi semua butuh hiburan. Konten hiburan ini terbuka untuk banyak pemain, seperti telekomunikasi juga, meski terbatas dengan sumber daya frekuensi.
Berdasarkan survei HOOQ, kami tidak bisa menyasar semua konten. Jadi dari sisi konten, kami fokus ke konten film dan serial TV, baik asing maupun Indonesia. Ini sesuai dengan tagline HOOQ, yakni Best Hollywood, Best Local. HOOQ sudah launching di India dan Filipina, yang selalu penekanannya pada konten lokal.

Apa target HOOQ Indonesia dalam jangka pendek?

Ini susah, karena kami startup (perusahaan rintisan). Seperti startup lain, kami ini mengubah kultur/budaya. Kami ingin mengubah budaya hiburan ke layanan OTT. Sama seperti aplikasi Go-Jek di Indonesia, yang mengubah budaya. Namun, enaknya di aplikasi ride sharing seperti Go-Jek dan lain-lain, budaya itu cepat diterima, karena menawarkan harga lebih murah, mudah, dan kepastian harga.

Problem kami di industri konten film, bagaimana mengubah kultur, jika ada layanan yang lebih murah? Dibanding menonton film di bioskop, layanan kami memang lebih murah. Tapi ada opsi lain di industri kami, yakni ada konten gratisan. Download konten film secara gratis. Jadi di industri konten film tidak segampang Go-jek atau Uber. Tapi itulah tantangan kami.

Bisnis video streaming tidak mengancam bisnis bioskop

Bagaimana target dari sisi profit?

Perusahaan konten film, seperti Netflix, butuh 5-6 tahun untuk profit. Mungkin sekarang bisa lebih cepat. Tapi itu pasar AS, yang adopsi terhadap hal baru lebih cepat. Yang pasti banyak faktor. Intinya, tidak ada investor yang mau investasi, jika satu waktu tidak untung.

Bisa dijelaskan positioning HOOQ dibandingkan layanan sejenis?

Saat ini layanan video streaming yang paling advance adalah Netflix. Namun, Netflix sangat Amerika sentrik. Sedangkan HOOQ cenderung lebih lokal, lebih regional.
Prinsip kami, HOOQ adalah Asian company, made for Asian, and in Asian ways.

Sebagai orang sangat pengalaman di industri telekomunikasi, TV berbayar, dan kini OTT, apa yang menjadi kunci sukses HOOQ di Indonesia?

Ada dua hal yang menjadi kunci sukses kami ke depan. Pertama, budaya, bagaimana mengubah budaya hiburan masyarakat Indonesia ke layanan OTT. Kedua, terkait mobile internet, karena ini yang paling banyak diakses orang Indonesia dan internet rumahan masih jarang, maka kestabilan akses internet dan kuota layanan data menjadi sangat penting. Untuk itu, secara internal kami membangun momentum ini lewat kegiatan promosi dan konten. Seperti melakukan kegiatan lauching di Jakarta dan Bandung pada bulan lalu. Sejak hari pertama dan masa trial 7 hari, aplikasi HOOQ sudah diakses oleh 10.000 pengguna.

(brl/red)