Bisnis fintech jadi revenue stream utama, data bisa gratis

Bisnis fintech jadi revenue stream utama, data bisa gratis

Techno.id - Setelah bisnis e-commerce, banyak yang memprediksi gelombang tinggi di industri digital Indonesia berikutnya adalah bisnis aplikasi financial technology (fintech). Maklum saja, setelah e-commerce semakin matang, tentu membutuhkan support dari sisi keuangan yang bisa dilakukan lewat fintech. Karena itu, saat ini startup sektor fintech terus tumbuh.

Beberapa nama ini menjadi perintis di bidangnya masing-masing, seperti Kartuku, CekAja, Bareksa, Doku, Veritrans, dan lain-lain. Bareksa misalnya, menjadi perintis fintech di marketplace produk investasi reksadana di Indonesia. Lewat portal Bareksa.com, masyarakat bisa membeli produk reksadana lewat internet.

Dikembangkan sejak 2013, Bareksa.com yang dibangun oleh Karaniya Dharmasaputra dan Ady F. Pangerang ini mulai memasarkan produk reksadana pada awal 2015. Sebagai perintis bisnis reksadana online, M. Syakur Usman dari Kapanlagi Network (KLN) menemui Karaniya Dharmasaputra untuk mengetahui perkembangan terkini pelaku fintech ini di kantornya beberapa waktu lalu. Berikut petikannya.

Bagaimana perkembangan terkini portal marketplace reksadana Bareksa.com?

Dikembangkan sejak 2013, Bareksa baru menjual produk reksadana pada Januari 2015. Jadi baru sekitar satu tahun marketplace Bareksa berjalan. Sekarang kami bekerja sama dengan 17 manajer investasi (MI), tapi yang live baru 13 MI karena kami harus membuat perjanjian dengan tiga pihak yakni Bareksa, MI, dan bank kustodian.

Waktu pertama kali berdiri, sebagai perusahaan teknologi kami belum bisa berjualan reksadana secara langsung. Sehingga bekerja sama dengan Buana Capital sebagai agen penjual produk reksadana secara legal.

Namun, sekarang kami mendapat lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD), sehingga kami bisa menjual langsung produk reksadana kepada masyarakat. Bareksa menjadi perusahaan berbasis teknologi dan independen pertama yang menjadi agen penjual reksadana.

Sekadar informasi, pada 8 Februari lalu OJK menerbitkan Surat Keputusan No KEP-6/2016 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang Efek yang Khusus Didirikan untuk Memasarkan Efek Reksa Dana. SK itu menyatakan Bareksa telah memenuhi dokumen dan segala persyaratan untuk menjadi agen penjual reksadana secara resmi dan diakui.

Seperti apa pertumbuhan nasabah dan dana kelolaan Bareksa?

Saat ini nasabah reksadana kami sekitar 4.000 nasabah dalam kurun waktu satu tahun. Kami konsisten mendapatkan nasabah per bulan, yang jumlahnya bervariasi tergantung program marketing.

Sementara total dana pembelian reksadana di Bareksa sudah sekitar Rp 40 miliar. Sebagian besar datang dari Pulau Jawa yang masih merefleksikan pusat internet Indonesia. Namun, luar Jawa juga menunjukkan pertumbuhan menarik. Kami sedang mencari mitra strategis untuk mempercepat pertumbuhan kami.

Sebagai perusahaan baru, Bareksa tumbuh secara organik. Budget marketing kami masih minim sekali, tapi kami bisa terus tumbuh dari hari ke hari. Ini memperlihatkan potensi pasar yang besar di Indonesia, tapi harus didukung dengan ekosistem yang menunjang.

Setelah mendapat lisensi dari OJK, apa saja target Bareksa?

Pasca lisensi, kami menargetkan supaya secara bertahap revenue stream utama kami bertumpu di bisnis marketplace reksadana. Seperti di luar negeri, jika bisnis marketplace sudah mature, layanan data Bareksa bisa diberikan gratis sepenuhnya.

Saat ini data sebagian ada yang berbayar (untuk pengguna advance, seperti fund manager dan analis), dan sebagian gratis untuk nasabah. Kami melihat ini sebagai sebuah proses jangka panjang. Model bisnis seperti ini yang bagus di luar negeri adalah Binck.nl di Belanda.

Ke depan, kami ingin tidak hanya bisa menjual reksadana, tapi juga orang bisa membeli bond atau obligasi. Kami ingin pasar modal Indonesia didemokratisasi, seperti pasar obligasi yang saat ini masih sulit berkembang di segmen pasar ritel. Di luar negeri, individu bisa dengan mudah membeli obligasi.

Di luar 17 manajer investasi, ada banyak manajer investasi yang melakukan pendekatan kepada Bareksa. Ini merefleksikan memang ada kebutuhan dari industri untuk mencari alternatif distribution channel untuk produk reksadana mereka, selain bank.

Kondisi ini didorong oleh tiga momentum. Pertama, momentum pertumbuhan internet yang ditunjukkan lewat perkembangan situs e-commerce yang semakin mature dan data penggunaan e-money yang terus naik. Kedua, industri keuangan atau pasar modal sedang dalam proses bergerak menuju segmen ritel. Industri reksadana selama ini masih didorong oleh investor institusi, seperti lembaga dana pensiun.

Saat ini OJK sedang mendorong agar produk reksadana bisa lebih gencar dipasarkan ke masyarakat melalui perusahaan teknologi jasa keuangan, untuk mendorong produk investasi ini semakin menarik untuk publik.

(brl/red)